Ad Code

Responsive Advertisement

Memahami karakter manusia

Memahami karakter manusia
Friday, 16 July 2010

 
MANUSIA diciptakan Allah dalam keragaman ras, suku bangsa, bahasa dan budaya. Semua keragaman itu perlu dipahami agar tercipta saling pengertian dan saling mengenal. Kitab suci Alquran menyebutkan keragaman suku, bangsa, dan budaya tidak akan dipersoalkan Tuhan, karena yang akan dinilai-Nya hanyalah ketaqwaan manusia.
Alquran juga menyebutkan setiap sesuatu diciptakan Allah berpasangpasangan. Dalam kehidupan nyata, adakalanya seseorang memiliki pasangan hidup berparas cantik menawan, tetapi omongannya pedas dan menyakitkan, perilakunya sombong, dan judes.
Sedang yang lain berparas lumayan rupawan, ucapannya enak didengar, lembut namun sangat boros. Ada pula orang yang berparas sederhana, tampilan fisiknya kurang menarik tetapi pandai menyenangkan pasangan dan bahkan menurut orang-orang yang mengenalnya, ia pandai bergaul, pandai mengatur keuangan, hanya saja kurang rajin beribadah.
Ada pula yang cantik, atau ganteng, pandai, rajin ibadah supel juga sederhana di dalam hidup. Setiap pasangan sesungguhnya menginginkan hal yang unggul, baik dan sempurna. Tetapi betapa sulitnya kesempurnaan seperti yang kita inginkan ada pada satu diri orang, apalagi pada setiap orang.
Nabi Muhammad pernah berkata bahwa manusia itu layaknya seperti unta. "Di antara 100 unta kalian akan sulit menemukan seekor unta yang sangat baik tunggangannya, "kata Nabi, sebagaimana dituturkan kembali oleh Bukhari.
Harap diketahui seorang istri hampir sangat sulit mendapatkan seorang suami yang semua sifat positif ada padanya; gagah, mulia, pemberani, dermawan, berilmu luas dan banyak beribadah, pandai mengendalikan amarah, pemaaf, serta romantis, berpenghasilan banyak, berprestasi, dan berprestise.
Begitu juga sebaliknya, seorang suami hampir tidak mungkin mendapat pasangan seorang istri yang cantik, ramah, ceria, pandai menyenangkan suami, cekatan, terampil, sederhana, pandai mengatur keuangan, tidak banyak menuntut, dan rajin beribadah.
Kalau semua kesempurnaan ada pada seseorang, untuk apalagi kita bekerja dan beramal, bahkan boleh jadi kita akan kehilangan lahan beramal, karena semua sudah ada dan dimiliki. Maka kita akan kehilangan berlatih sabar, kehilangan menjadi pemaaf, kehilangan saling memberi nasihat dan peringatan dan kehilangan semuanya yang baik-baik.
Rasulullah memberi pesan berkaitan dengan kekurangan seseorang terutama pasangan kita. "Hendaknya mukmin tidak meninggalkan seorang mukminah. Ketika ia membenci suatu perangai dari pasangannya, dia pasti mencintai dan menyukai perangai yang lain yang dimilikinya, "kata Nabi.
Dalam Alquran Allah berfirman, "Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah. Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. "(Annisa:19) Senada dengan Nabi, Khalifah Umar bin Khatab berkata, "Aku tidak perduli dengan apa yang terjadi karena aku tidak tahu apakah kebaikan itu aku peroleh dari yang aku sukai atau dari yang aku benci. "Muslim yang ingin keberagamaannya meningkat akan memperhatikan tentu isyarat-isyarat Alquran itu. Namun demikian, ia juga tidak boleh membiarkan kekurangankekurangan itu berkembang dan kelebihan-kelebihan yang dikaruniakan menjadikannya sombong. Setiap muslim harus harus berupaya memperbaiki kekurangan dan meningkatkan yang positif.
Itu adalah tugas hidup berpasangan, tugas hidup berumahtangga, dalam keluarga. Perbaikan harus juga dilakukan dengan penuh keikhlasan, berasas pada koridor kebenaran dan dengan cara-cara yang hasanah yang dapat memupuk mawaddah warahmah. Inilah gagasan "taawanu alal birri wat taqwa". Bersinergi antarpasangan dengan segala kelebihan dan kekurangan akan menjadi wahana dan tempat penggemblengan keimanan dan tempat menempa amal.
Kekurangan diciptakan Allah agar interaksi tidak berjalan sebagai sesuatu yang rutinitas, melainkan menjadi sesuatu yang dinamis untuk lahan beramal saleh, saling memberi nasihat dengan kesabaran dan kebenaran. Muslim harus sadar sesadarsadarnya bahwa tidak ada manusia yang sempurna sehebat apa pun dan sekuat apa pun. Orang kuat disebut kuat lantaran ada yang lemah, yang pintar disebut pintar karena ada yang bodoh, yang kaya disebut kaya karena juga ada yang miskin, dan seterusnya dan seterusnya.
Tapi yang kuat tetap membutuhkan yang lemah dan sebaliknya, juga yang kaya butuh yang miskin dan demikian sebaliknya, yang pandai pun butuh yang bodoh agar kepandaiannya bermanfaat bagi banyak orang. Semua pihak mempunyai ladang dan lahan beramal sesuai kemampuan masing-masing.
Dalam konteks profesi keragaman profesi menjadi penting untuk saling memberi peluang amal, dan peluang berinteraksi sosial yang saling memberi keuntungan dan manfaat. Itu sebabnya tidak ada kesempurnaan total pada seseorang seperti halnya tidak ada kekurangan total pada diri seseorang.
Sebab jika demikian hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmati kebahagiaan hidup dan yang lain harus menderita sepanjang hidup. Yang terjadi dalam kehidupan ini adalah tiap orang memiliki kelebihan dan juga mempunyai sisi kekurangan. Kekurangan untuk diperbaiki dan kelebihan bukan untuk berbangga-bangga.
Di sinilah Tuhan menciptakan manusia dengan keanekaragaman dan perbedaan kemampuan, untuk menjadi pelajaran bahwa dalam menghadapi hidup dan kehidupan tidak akan selesai dengan keunggulan sendiri, tanpa saling berbagi. Lebih-lebih ketika dalam mengurus kehidupan berbangsa dan bernegara. Allah menciptakan dengan keadilan sempurna segala sesuatu.
Muslim harus menjadikan pelajaran dan ajaran berharga apa yang dikatakan Umar bin Khatab, "Aku tidak perduli dengan apa yang terjadi, karena aku tidak tahu apakah kebaikan itu aku peroleh dari yang aku sukai atau dari yang aku benci. "Muslim juga tak boleh mengeluh dengan kekurangan apalagi menghakimi yang lain dan jangan pula ber - sombong hati dengan kelebihan. f Prof Dr H Fachrrozi MA Ketua Program Studi Pemikiran Islam di Universitas Islam Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar