Ad Code

Responsive Advertisement

Dunia Politik: Segala Cara untuk Mencapai Sesuatu



SHARE :   Facebook     Twitter     Blogger     Wordpress



Mendengar kata politik kita seringkali merasa sangat muak, terlebih dengan kondisi perpolitikan yang ada di Indonesia. Seperti kata Soe Hok Gie dalam film yang dirilis Miles Production; politik adalah barang kotor, lumpur yang paling menjijikan. Tetapi, ketika kondisi memaksa, mau tidak mau kita harus menceburkan diri di sana. Itulah dunia politik.

Atau mungkin Anda ingat lagu Iwan Fals yang bertema politik; “dunia politik penuh dengan intrik, kadang asik kadang enggak, itu sudah lumrah... seperti orang pacaran, kalau gak nyubit ga asik”. Kenapa kita selalu mendapat makna negatif ketika mendengar kata politik. Apakah memang secara eksistensi politik itu kotor, atau membuat orang menjadi lebih kotor.

“Tidak ada teman sejati, yang ada hanya kepentingan sejati”, itu juga sering kita dengar, atau power tend to corrupt, istilah itu juga hanya ada dalam dunia politik. Kekuasaan akan selalu disalahgunakan, begitu kita-kira maknanya. Lalu apa sebenarnya politik itu?.




Apa sih politik?

Dalam terminologi bahasa Arab untuk menyebutkan politik bisanya menggunakan kata syiasah. Kata ini kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi siasat, artinya cara, strategi, atau biasa juga orang memplesetkannya menjadi akal bulus.

Nah, dari kata tersebut, politik pada dasarnya tidak hanya berkaitan dengan dunia kekuasaan, partai, pemilu, atau pilkada. Segala macam cara yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan sesuatu, menguasai sesuatu, mencapai tujuan tertentu bisa kita sebut politik.

Kita punya strategi dagang agar barang yang kita jual laku disebut politik. Bahkan, kita melakukan sesuatu agar pasangan kita tunduk pada kita itu juga disebut politik. Biasanya politik mengarah pada tujuan dominasi. Tapi, mari kita tinggalkan pengertian politik yang umum itu dan kembali pada makna khusus politik yang berkaitan dengan kekuasaan.

Ada semacam tujuan yang akan menjadi titik akhir dari sebuah politik. Kita semua pasti tahu tujuan itu tidak lain dari kemenangan dominasi, kekuasaan, merebut serta mempertahankan jabatan.

Politik menjadi begitu kotor ketika dihadapkan pada cara-cara yang kotor pula. Namun, coba kita kembali pada pengertian awal, apalagi kalau kita mau berpegang pada definisi “segala cara untuk mencapai sesuatu”. Dari makna itu saja definisi politik sudah begitu kotor.

Tetapi, tentu ada sebagian kelompok atau individu yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai suci dalam politik. Itulah sebabnya dalam politik juga muncul ‘etika’ atau bisa kita sebut ‘etika politik’.

Semua produk politik termasuk di dalamnya etika politik tentu merupakan hasil dari sebuah sistem politik. Terkadang kita menemukan sebuah gagasan yang bagus, namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang digariskan. Maka dalam hal ini, politik tidak dapat berdiri sendiri dan harus selalu didampingi oleh hukum, bentuk politik, serta aparatur yang baik.




Siapa yang Bermain?

Istilah ‘bermain’ dalam politik pun sudah lazim digunakan. Mungkin politik itu tidak lain dari sebuah permainan, atau mungkin juga politik perlu suatu permainan agar terlihat menarik.

Piere Bordieu seorang pemikir Prancis menyebut field (arena) sebagai tempat ‘permainan politik’. Menurut dia, tidak semua orang dapat masuk dalam arena perminan itu. Hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki modal yang dapat menjangkau arena politik tersebut.

Bordieu menyebutkan empat modal yang haru Anda miliki jika Anda ingin masuk ke arena politik, antara lain modal ekonomi, modal sosial (relasi), modal simbolik, dan modal budaya. Minimal ketika Anda memiliki modal tersebut peluang Anda untuk dapat mengakses arena politik menjadi terbuka.

Lalu dimanakah arena politik itu berlangsung? Bisanya yang termasuk dalam arena politik adalah tempat-tempat yang berdekatan dengan pusat kekuasaan. Entah itu pasar (wilayah ekonomi), maupun kampus (universitas).

Maka jangan heran banyak dosen-dosen dari universtas negeri ternama di Indonesia yang sering muncul di televisi ketika berbicara soal politik. Entah mereka menjadi pengamat, kritikus, atau pun di kemudian hari menjadi individu yang masuk dalam lingkaran politik praktis.

Posting Komentar

0 Komentar