Ad Code

Responsive Advertisement

KETERAMPILAN MENAHAN DIRI DARI SEGALA NAFSU

Dalam hadist yang terkenal, Rasulullah menyatakan bahwa dirinya tidak diutus kecuali untuk memperbaiki akhlaq manusia. Akhlaq yang mulia berkaitan erat dengan keterampilan mengelola hawa nafsu. Kita semua mengetahui bahwa semakin beradab manusia, maka semakin banyak aturan yang diperlukan untuk menjadikan manusia beradab. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan Allah (terutama jika dibandingkan dengan alam, tumbuh-tumbuhan dan hewan). Untuk mencapai derajat manusia yang mulia (sempurna) diperlukan berbagai aturan yang mengatur perilaku manusia itu sendiri. Untuk menjadi makhluk yang mulia, manusia harus berbeda perilakunya dengan makhluk lain, misalnya hewan. Hewan tidak dituntut untuk menahan hawa nafsu mereka, sementara manusia itu dituntut melakukannya. Ini sesuai dengan derajat manusia. Jika manusia tidak mampu mengelola hawa nafsunya maka mereka sama dengan atau bahkan lebih buruk baru hewan. Nah, untuk menjadi makhluk yang mulia, manusia perlu memiliki keterampilan dalam mengelola hawa nafsu, agar hawa nafsunya terkendali dan mengarah kepada yang dikehendaki oleh Allah s.w.t. 

1) Pengertian Hawa Nafsu
 Hawa nafsu terdiri dari dua perkataan: hawa dan nafsu “Dalam bahasa Melayu ‘nafsu’ bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan perkataan hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula berarti birahi atau keinginan bersetubuh. Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada perkara yang haram. Dinamakan hawa karena menyeret pelakunya di dunia kepada kehancuran dan di akhirat kepada neraka Hawiyah.” (Mufradat Alfazhil Qur’an, hal. 848). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyeru kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku.” (Yusuf: 53). Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah- berkata: “Kebanyakan hawa nafsu itu menyuruh pengekornya kepada kejahatan, yaitu kekejian dan seluruh perbuatan dosa.” Taisîr Al-Karîmirrahmān, hal. 400). Nafsu adalah kecondongan jiwa kepada perkara-perkara yang selaras dengan kehendaknya. Kecondongan ini secara fitrah telah diciptakan pada diri manusia demi kelangsungan hidup mereka. Sebab bila tak ada selera terhadap makanan, minuman dan kebutuhan biologis lainnya niscaya tidak akan tergerak untuk makan, minum dan memenuhi kebutuhan biologis tersebut.Nafsu mendorongnya kepada hal-hal yang dikehendakinya tersebut. Sebagaimana rasa emosional mencegahnya dari hal-hal yang menyakitinya. Imam Ghazali menyebut ada tiga bentuk perlawanan manusia terhadap hawa nafsu. Yang pertama, nafsu muthmainnah (nafsu yang tenang), yakni ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk. Yang kedua, nafsu lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri), yakni ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya. Yang ketiga adalah nafsu la’ammaratu bissu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan), yakni ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik.

2) Terminologi Hawa Nafsu dalam Alquran dan Sunnah
 Hawa nafsu adalah istilah keislaman yang digunakan dalam Alquran dan Sunnah. la menjadi istilah dengan arti khas budaya keislaman. Sering kita menemukan kata hawa nafsu dalam Alquran dan Sunnah. Antara lain, Allah swt berfirman: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (Q.S. Al-Furqon 43.) Dan firman Allah swt: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.) Amirul Mukminm Ali as dalam Nahjul Balaghahnya berkata: “Sesungguhnya yang paling aku kuatirkan pada kalian adalah dua hal, yaitu taat hawa nafsu dan angan-angan panjang.” Diriwayatkan melalui Imam Shâdiq bahwa Rasulullah saw bersabda: “Waspadalah terhadap hawa uafsu kalian sebagaimana kamu sekalian waspada terhadap musuh. Tiada yang lebih pantang bagi manusia daripada mengikuti hawa, nafsu dan ketergelinciran lidah yang tak bertulang.”

3) Enam Sumber dalam Jiwa Manusia
Untuk mengenal posisi hawa nafsu dalam jiwa dan perannya dalam kehidupan manusia, Allah swt telah memasang beberapa sumber gerak dan kesadaran manusia. Semua gerak -aktif ataupun reaktif- dan kesadaran manusia bermuara dari sumber-sumber ini. Tercatat ada enam sumber penting, yang terutamanya adalah hawa nafsu, sebagai berikut. 1. Fithrah, yang telah dilengkapi Allah dengan kecenderungan. hasrat dan gaya tarik menuju dan mengenal-Nya dan meraih keutamaan-keutamaan akhlak, seperti kesetiaan, harga diri, belas kasih dan murah hati. 2. ‘Aql, adalah titik pembeda manusia. 3. Irâdah, adalah pusat keputusan dan yang menjamin kebebasan manusia (dalam mengambil keputusan) dan kemerdekaannya. 4. Dhamir, yang berfungsi sebagai mahkamah dalam jiwa. la bertugas mengadili, mengecam dan melakukan penekanan terhadap manusia demi menyeimbangkan perilakunya. 5. Qalb, fuad dan shadr, merupakan jendela lain bagi kesadaran dan pengetahuan, sebagaimana kita pahami melalui ayat-ayat Alquran, yang dapat menerima atau menampung pencerahan Ilahi. 6. Al-hawa, adalah kumpulan berbagai nafsu dan keinginan dalam jiwa manuisia yang menuntut pemenuhan secara intensif. Bila tuntutannya terpenuhi, iadapat memberi manusia kenikmatan tersendiri. Inilah keenam sumber penting bagi gerak dan kesadaran jiwa manusia yang telah diberikan oleh Allah.

4) Hukuman yang di segerakan bagi Pengekor Hawa Nafsu
Allah “azza wa jalla- berfirman: “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan pada mereka (menunjukkan bahwa) Kami bersegera memeberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Al-Mukminun: 55-56). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Barangsiapa menhendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami kehendaki baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Al-Isra’: 18). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam,dan Jahannam itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Ali Imran: 196-197). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (Al-Jatsiyah: 23). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’: 16). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan mereka memperturutkan hawa nafsunya, maka perumpamaanya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya mengulurkan lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga).” (Al-A’raf: 176).

5) Ratap Tangis Para Pengekor Hawa Nafsu
 Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya dihadapan Rabbnya. (Mereka berkata): “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikan kami (kedunia). Kami akan mengerjakan amal shalih. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah: 12). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Mereka menyeru: “Hai Malik, biarlah Rabbmu membunuh kami saja, “Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (Az-Zukhruf: 77). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantahan dalam neraka. Orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu mengindarkan kami sebagian api neraka?” Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan orang-orang yang kufur kepada Rabbnya, (mereka memperoleh) azab jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apabila mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang mereka menggelagak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan kedalam sekumpulan (orang-orang yang kufur), penjaga-penjaga neraka itu bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepadamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar ada, Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun” Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penhuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.’ (Al-Mulk: 6-10). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan ke dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Dan mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang lurus).” (Al-Ahzab: 66-67).
6) Langkah-langkah mengendalikan hawa nafsu

 1) memahami ilmu tentang baik dan buruk, benar dan salah, hukum fikih untuk berbagai perkara kehidupan dst. 2) Menerjemahkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggolongkan hal-hal yang terjadi di kehidupan sehari-hari dalam kategori hukum fikih (mubah, makruh, sunah, wajib, haram), atau jika belum bisa dikategorikan kita dapat mengkategorikan ke dalam baik dan buruk, benar dan salah.. 3) Istropeksi ke dalam diri mengenai perbuatan yang kita lakukan sehari-hari ke dalam hukum fikih dan/atau kategori benar dan salah, baik dan buruk. 4) Tabulasikan perilaku kita ke dalam hukum fikih tersebut dan/atau baik dan buruk, benar dan salah. 5) Rencanakan pengendalian hawa nafsu: a) tetapkan tujuan pengendalian hawa nafsu, yaitu mencapai derajat nafsu mutmainnah; b) tabulasikan aktivitas kita sehari-hari; c) baru kemudian setelah diketahui bahwa perbuatan kita termasuk yang tercela, maka secara bertahap kita lakukan pengendalian diri terhadap nafsu yang tercela itu. Mengapa bertahap? Karena saya yakin tidak mungkin dalam sekali niat kita bisa mampu mengendalikan nafsu tercela tersebut. Kita bisa membuat daftar mana yang lebih mudah dikendalikan, dan mana yang lebih susah. Dari ini kita buat tabulasi tentang target pengendalian hawa nafsu tadi.

6) Setelah kita membuat rencana pengelolaan hawa nafsu tersebut, baru kemudian kita lakukan rencana itu. Tahap pertama dalam pelaksanaan pengendalian hawa nafsu adalah bertobat (berniat sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan tercela itu, tidak melakukannya lagi dalam kehidupan sehari-hari, dan melakukan perbaikan).

1. Buang sampah sembarangan buruk a. Buang sampah pada tempatnya. b. Menyediakan tempat sampah di rumah dan kendaraan Segera
2. Setiap minggu minum arak haram a. Konsultasi dengan dokter b. Tidak minum arak lagi Bertahap sesuai anjuran dokter
3 Tidak mau antri buruk Berusaha antri dalam berbagai kesempatan Segera 4 Belanja ke mall di jam kerja buruk Tidak lagi belanja di jam kerja. Segera
Agar pelaksanaan rencana pengendalian hawa nafsu dapat berhasilguna maka kita harus mempunyai: • Tekad membara. • Kesabaran untuk memotivasi dirinya agar bersabar atas kepahitan yang dirasakan saat mengekang hawa nafsu. Kita harus mempunyai kekuatan jiwa untuk menumbuhkan keberaniaannya untuk bersabar. • Selalu memeperhatikan hasil yang baik dan kesembuhan yang didapat dari kesabaran. • Selalu mengingat pahitnya kepedihan yang dirasakan jika menuruti kehendak hawa nafsu. • Hendaklah lebih mengutamakan manis dan lezatnya menjaga kesucian diri dan kemuliaanya daripada kelezatan kemaksiatan. • Hendaklah bergembira dapat mengalahkan musuhnya, membuat musuhnya merana dengan membawa kemarahan, kedukaan dan kesedihan! Karena gagal meraih apa yang diinginkannya. Allah azza wa jalla suka kepada hamba yang dapat memperdaya musuhnya dan membuatnya marah (kesal). Allah berfirman : Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan demikian itu suatu amal shaleh. (At-Taubah:120). Dan salah satu tanda cinta yang benar adalah membuat kemarahan musuh kekasih yang dicintainya dan menaklukannya (musuh kekasih tersebut). • Senantiasa berpikir bahwa ia diciptakan bukan untuk memperturutkan hawa nafsu namun ia diciptakan untuk sebuah perkara yang besar, yaitu beribadah kepada Allah pencipta dirinya. Perkara tersebut tidak dapat diraihnya kecuali dengan mengendalikan hawa nafsu. Dalam upaya mengendalikan hawa nafsu, kita juga perlu memperhatikan hal berikut ini : 1. Banyak melakukan ibadah, terutama ibadah-ibadah sunnah (sholat dhuha, tahajud, baca Al Qur’an, dll). Sebab makanan hati yang bersih adalah ibadah. 2. Minta kepada Allah dengan sungguh-sungguh (berdoa) agar keinginan Anda semakin kuat untuk meninggalkan hal-hal yang buruk. Orang-orang bijak mengatakan, ”Merdekakanlah dirimu dari segala jeratan dunia yang bukan hakmu. Engkau tak akan mampu menguasai sesuatu yang bukan hakmu.” Allah SWT berfirman, ”Sungguh amat beruntung orang yang mampu memerdekakan dirinya.” (Q. S. 87: 14). 7) Mengendalikan amarah: 1. turunkan posisi fisik anda ; bila anda berdiri maka duduklah – bila anda duduk maka berbaringlah…tenangkan diri dan dengarkan nafas anda. 2. berwudhu-lah segera : dengan air wudhu maka api amarah setan insyaAllah lenyap dan terkontrol 3. baca Al-Quran dan berdzikir : hanya dng mengingat Allah maka hati akan tenang.. 4. berpuasa, adalah melatih manusia untuk mengendalikan amarahnya. Tidak saja hawa nafsu amarah, juga hawa nafsu atau keinginan untuk berumah tangga misalnya. Bila sdh memungkinkan maka bersegeralah berumah tanga krn itu salah satu ibadah, namun bila belum memungkinkan berpuasalah. 5. mind-set : ingatlah bahwa segala sesuatu ada hikmah atau kebaikan yg tersirat dari kejadian baik atau buruk yg kita temui sehari-hari. Bahkan pada taraf yang sudah tinggi, maka mind-set kita bisa distel bahwa tidak ada kejadian yg buruk- karena semua adalah ujian untuk kebaikan dan hikmah dari Allah buat kita sebagai hambaNya. Jamaah sholat subuh yang dimuliakan oleh Allah, tentu saja keterampilan dalam mengendalikan hawa nafsu tidak dating begitu saja. Kita harus terus melatih diri sampai akhir hayat kita. Semoga kita termasuk hamba Allah yang dapat mencapai nafsu muthmainnah (nafsu yang tenang) yang dipanggil oleh Allah ke dalam surga-Nya, amien. (Dikompilasi dari berbagai sumber di internet).

Posting Komentar

0 Komentar