Ad Code

Responsive Advertisement

MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN PESERTA ASKES DI RUMAH SAKIT NENE MALLOMO KABUPATEN SIDRAP 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dalam penciptaan derajat kesehatan yang merata kepada seluruh masyarakat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk menggapai pelayanan kesehatan dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2003).
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menyatakan bahwa kebijaksanaan sektor kesehatan antara lain meliputi arah pembangunan kesehatan dan peningkatan perbaikan kesehatan masyarakat serta kualitas pelayanan kesehatan (Aditama,2002).
Perwujudan derajat kesehatan yang optimal melalui penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian. Sistem pelayanan kesehatan yang merata merupakan cara penanganan agar setiap masyarakat dapat dengan mandiri memperoleh pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan merupakan aspek penting yang dapat memberikan kepuasan terhadap pasien, hal ini dapat menjadi  pendorong kepada pelanggan/pasien untuk menjalin ikatan yang kuat  dengan pelayanan kesehatan yang disediakan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan suatu instansi pelayanan kesehatan memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan (pasien). Kualitas yang dihasilkan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan/pasien, semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2001).
Robert dan Prevost pada tahun 1987 berhasil membuktikan dalam penelitiannya, bahwa mutu pelayanan kesehatan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas kesehatan yang memenuhi kebutuhan pasien atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien (Azwar, 1996).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Smith dan Metzner 1970 yang mengemukakan bahwa dimensi mutu pelayanan yang dipandang paling penting oleh pasien sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan adalah efisiensi pelayanan kesehatan (45%) kemudian baru menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (40%), pengetahuan ilmiah yang dimiliki dokter (35%) serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien (35%) (Azwar, 1996).
Penyebaran sarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas maupun Rumah Sakit serta sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah merata keseluruh pelosok wilayah Indonesia, namun penyebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan (Depkes RI, 2003).
Penyelenggaraan pelayanan yang dahulunya bersifat marginal hanya terpusat pada suatu instansi tertentu sudah bergeser seiring dengan penggunaan suatu paradigma baru bidang kesehatan sehingga pelayanan tersebut haruslah menjangkau segala lapisan kehidupan masyarakat (Muninjaya, 1999)­­­.
Peningkatan penyakit yang berhubungan dengan aspek perilaku pola gaya hidup masyarakat yang tidak sehat, instabilitas lingkungan yang tidak ramah, dan tuntutan masyarakat atas layanan kesehatan yang layak terus meningkat. Namun, hal itu berjalan seiring dengan minimnya daya dukung, kebijakan, dan berkepihakan pemerintah terhadap kepentingan masyarakat. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah terutama di perkotaan berimbas pada sektor layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik pengobatan, pusat kebugaran, dan sebagainya.
Fenomena tersebut di atas menjadi tantangan sekaligus beban berat bagi penyelenggaraan pelayanan di puskesmas. Sebagai salah satu institusi kesehatan dasar yang paling dekat dengan masyarakat, keberadaan puskesmas memang sangat vital dan memiliki peran strategis dalam memperkuat derajat kesehatan masyarakat (Oryz, 2003).
Hingga saat ini penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan dan pencegahan masih dirasakan kurang. Meskipun sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah telah tersedia di semua kecamatan dan ditunjang paling sedikit oleh tiga puskesmas pembantu (pustu), namun upaya kesehatan melalui puskemas yang biayanya murah ini belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Diperkirakan hanya sekitar 30% penduduk yang memanfaatkan pelayanan puskesmas dan pustu. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor penyebab angka kematian bayi dan ibu yang sangat tinggi, masing-masing 50/1.000 kelahiran hidup (Susenas 2001) dan 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995). Akibatnya, Human Development Index (HDI) mencatat bahwa Indonesia menduduki urutan ke-112 dari 175 negara (UNDP, 2003) (Depkes RI, 2003).
Sejak konsep puskesmas diperkenalkan pada tahun 1968, jumlahnya terus bertambah. Selama periode 1987-2002, misalnya, jumlah puskesmas meningkat dari 5.524 menjadi 7.243. Peningkatan ini belum termasuk jumlah sarana kesehatan primer lainnya seperti puskesmas pembantu (pustu) yang mencapai 21.256 di tahun 2002, puskesmas keliling (pusling), penempatan bidan di desa (bides), dan kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu). Kesemuanya merupakan sarana kesehatan penunjang puskesmas yang dijalankan pemerintah secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu bersama puskesmas. Ini dapat dilakukan karena lokasi puskesmas tersebar di hampir semua kecamatan di Indonesia, bahkan di sebagian kelurahan yang berpenduduk sangat padat seperti Jakarta (Smeru, 2002).
Puskesmas merupakan salah satu instansi yang menyelenggarakan pelayanan dan merupakan ujung tombak dari pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia. Upaya perwujudan terhadap pelayanan yang diselenggarakan puskesmas menjadi berkualitas merupakan satu hal yang perlu mendapat perhatian terutama yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam wilayah kerjanya untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas (Muninjaya, 1999).
Berdasarkan hasil survei di 100 puskesmas, pelayanan yang disediakan oleh semua puskesmas mencakup penanganan pra dan pasca melahirkan, imunisasi (termasuk imunisasi BCG, polio, MMR, DPT, tetanus, dan hepatitis B), serta keluarga berencana, bimbingan/penyuluhan tentang gizi, dan pelayanan penyakit mata sera pelayanan gigi (Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes 2002).
Selanjutnya, berdasarkan Data Dasar Puskesmas Tahun 2002, pada tahun 2002 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia tercatat 7.277 unit, 1.818 unit di antaranya dilengkapi dengan fasilitas rawat inap. Selain puskesmas, juga tercatat 21.256 unit pustu dan 5.084 unit pusling (Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes 2002).
Puskesmas merupakan perangkat pemerintah daerah (Pemda) di tingkat kabupaten/kota dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Di samping itu, puskesmas juga perlu menjalin hubungan kerja sama dan saling koordinasi dengan kantor kecamatan, rumah sakit dan masyarakat. Kerja sama tersebut antara lain terwujud dalam upaya memfasilitasi masyarakat (dengan pihak kecamatan), penerapan rujukan (dengan pihak rumah sakit) dan kemitraan (dengan masyarakat). Kerja sama tersebut bertujuan agar kedudukan puskesmas dalam sistem kesehatan nasional dapat berperan sebagai ujung tombak pemerintah dalam "menyehatkan" masyarakat (Depkes RI, 2003).
Puskesmas sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah diharapkan survive dalam memberikan pelayanan yang optimal, memudahkan aksesibilitas pelayanan kesehatan dan sebagai pusat pemberdayaan kesehatan dengan memperkuat upaya kemandirian masyarakat. Disisi lain, puskesmas juga dihadapkan dengan beban kerja yang tinggi dengan cakupan wilayah kerja yang cukup luas terutama dengan keadaan sumber daya yang serba terbatas sehingga puskesmas menemui kekurangan dalam pelaksanaan peran dan fungsinya (Oryz, 2007).
Berdasarkan tingkat pemanfaatan (utility) masyarakat terhadap layanan kesehatan seperti puskesmas sebagai tempat pelayanan pengobatan dan pemeriksaan kesehatan cenderung rendah. Masyarakat lebih memilih layanan klinik medis, praktik dokter spesialis, dan rumah sakit swasta daripada ke puskesmas. Kondisi ini semakin menguatkan stereotip banyak kalangan bahwa puskesmas masih dianggap sebagai layanan kesehatan kelas dua (Oryz, 2007).
Sebagai salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan yang dipandang paling dekat dengan masyarakat, revitalisasi puskesmas bisa dijalankan dengan misalnya penambahan fasilitas fisik, jaringan sistem komputer, serta tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis. Puskesmas juga memerlukan pengembangan pelayanan rawat inap hingga perbaikan manajemen pelayanan. Dengan kata lain, puskesmas-puskesmas harus terus didesain untuk mengejar ketertinggalan dengan institusi layanan kesehatan lain seperti rumah sakit yang lebih dahulu dan tertata lebih baik (Oryz, 2007).
Pelayanan rakyat miskin merupakan salah satu aspek yang dilaksanakan oleh pihak puskesmas melalui pelayanan purnajual dengan memanfaatkan dana Asuransi Kesehatan dari PT Askes (persero) sebagai operasional kegiatan pelayanan. Masyarakat dengan keadaan derajat ekonomi rendah akan mmperoleh pelayanan di puskesmas dengan biaya yang lebih murah atau tanpa adanya beban biaya sama sekali (Depkes RI, 2005).
Pelayanan puskesmas yang diberikan pada peserta Askes juga mencakup aspek kualitas pelayanan yang diselenggarakan sehingga tidak hanya pada masyarakat umum saja yang perlu memperhitungkan aspek kualitas. Kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memperhitungkan berbagai aspek terutama status perekonomian keluarga.
Berdasarkan laporan bulanan Puskesmas Mattombong (2007) pada bulan Januari menunjukkan kunjungan masyarakat mencapai 480 kunjungan yang kemudian mengalami peningkatan pada bulan Februari mencapai 526 kunjungan sedangkan pada bulan Maret mengalami penurunan menjadi 310 kunjungan. Hal ini memberi indikasi bahwa pelayanan yang diselenggarakan pada tingkat puskesmas masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas
Khusus peserta Askes, jumlah kunjungan pada bulan Januari mencapai 143 kunjungan yang mengalami peningkatan pada bulan Februari mencapai 237 kunjungan sedangkan pada bulan Maret mengalami penurunan hanya mencapai 160 kunjungan. Hal ini memberi indikasi bahwa pelayanan kesehatan puskesmas juga kurang memenuhi permintaan kebutuhan peserta askes akan pelayanan yang lebih berkualitas.
Penurunan pemanfaatan pelayanan puskesmas Mottombong baik pasien umum maupun peserta Askes disebabkan karena adanya beberapa hal sebagaimana informasi yang peneliti dapatkan melalui peserta Askes yang pernah memperoleh pelayanan di puskesmas tersebut diantaranya adalah dinilai pelayanan peserta Askes yang berbelit-belit dan lambat sehingga ada diantara peserta Askes yang lebih memilih berobat pada dokter praktek atau langsung ke rumah sakit.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya di atas menunjukkan bahwa puskesmas merupakan pelayanan tingkat dasar pada lingkungan masyarakat harus dapat menyelenggarakan prosedur pelayanan yang berkualitas. Sehingga pada penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.        Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan loket / kamar kartu ?
2.        Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan dokter ?
3.        Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan perawat ?
4.        Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan obat ?
5.        Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan laboratorium ?
C.    Tujuan Penelitian
1.        Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong Kecamatan Matirosompe Kabupaten Pinrang
2.        Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan pada ruang kartu/loket dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong
b.      Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan yang diberikan dokter dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong
c.       Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan yang diberikan perawat dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong
d.      Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan pada ruang obat dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong
e.       Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan laboratorium dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong
D.    Manfaat Penelitian
1.        Manfaat institusi
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi input dalam penentuan kebijakan dalam peningkatan kualitas pelayanan puskesmas khusunya Puskesmas Mattombong
2.        Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan dan menjadi bahan bagi peneliti selanjutnya
3.        Manfaat praktis
Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan melalui penelitian lapangan.


BAB
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan rancangan deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran akan proses pelaksanaan administrasi kesehatan pelayanan peserta Askes di puskesmas ditinjau dari pelayanan loket/kamar kartu, pelayanan dokter, pelayanan perawat, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium.
B.     Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Mattombong Kecamatan Matirosompe Kabupaten Pinrang.
C.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta Askes dalam wilayah kerja Puskesmas Mattombong Kecamatan Matirosompe yang berjumlah 127 orang.
2.      Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari keseluruhan peserta Askes dalam wilayah kerja Puskesmas Mattombong yang ditentukan berdasarkan pengambilan sampel secara accidental sampling yaitu sampel adalah peserta Askes yang ditemui mengunjungi puskesmas pada saat penelitian berlangsung sebanyak 47 orang.
D.    Pengumpulan Data
1.      Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti melalui wawancara menggunakan bantuan kuesioner dengan mengajukan pertanyaan tentang penilaian responden atas proses pelayanan penerimaan di loktet, pelayanan dokter, perawat, pelayanan obat dan laboratorium.
2.      Data Sekunder
Data yang diperoleh dari puskesmas menyangkut jumlah kunjungan pasien peserta Askes dan dari instansi terkait seperti Dinas Kesehatan serta melaksanakan penelusuran atas literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian.

E.     Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer program Microsoft Excell 2007 dan SPSS for windows versi 15.0 dengan langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut.
1.      Tahap editing dilakukan dengan tujuan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang benar. Pada tahap ini dilakukan dengan memperhatikan kelengkapan jawaban dan jelas tidaknya jawabannya.
2.      Pengkodean dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh agar memudahkan mengolah dan manganalisis data dengan memberikan kode – kode dalam bentuk angka.
3.      Pembuatan/pemindahan hasil koding kuesioner ke daftar koding (master tabel)
4.      Tabulasi. Pada tahap ini data yang sudah diolah dengan komputer disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.
Penyajian data hasil olahan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang penggambaran sebaran variabel penelitian disertai penjelasan.

Posting Komentar

0 Komentar