Ad Code

Responsive Advertisement

Tantangan itu bernama kesabaran

Saya menulis hari ini, diiringi rasa syukur yang luar biasa.
Sudah 4 hari sambungan (apapun namanya…) yang terhubung ke email rusak, bukan hanya di rumah, bahkan di lingkungan kantor juga tidak dapat dipergunakan. Jadi jangankan menulis blog, membaca blog orang lain, bahkan hanya sekedar  menulis komentar saja harus dengan kesabaran yang luar biasa. Itupun kalau akhirnya bisa nyambung, sering2nya sih gagal total!

Tinggal disini, memang tidak sama dengan kemudahan akses di kota besar. Disana hampir semua tempat memiliki hot spot sehingga penggunaan internet sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup sehari-hari. Saat ini saya masih memakai sambungan internet melalui telpon rumah, itupun flexi home, karena sambungan lewat tiang listrik  permanen tidak ada.

Dengan keterbatasan ini, saya justru belajar lebih sabar.
Dulu, pemadaman listrik bisa 5 kali setiap hari. Alasannya bervariasi, kalo hari ini ada pemasangan tiang, besok ada penebangan pohon, lusa ada perbaikan jaringan…begitu seterusnya sampai kembali ke alasan pertama…hehehe, didramatisir banget!

Lamanya pemadaman juga sesuai kebutuhan, kadang-kadang 1 jam, 2 jam, 3 jam, bahkan yang memecahkan rekor, pernah selama 24 jam tidak ada listrik.

Masalah tidak hanya berhenti disana, karena disini juga tidak ada air yang disalurkan lewat PDAM, maka semua keluarga memakai pompa air listrik. Berhubung jaringan listrik mati, putus juga aliran air…
Saya jadi ingat sebuah tulisan yang pernah  saya baca :
Jauh didalam lubuk hati, kita sadar bahwa masalah adalah baik bagi diri kita. Karena latihan memecahkan masalah adalah guru mencapai kemandirian. Cara pandang yang cerdas adalah memandang masalah sebagai berkat yang memungkinkan anda untuk tumbuh. Jika anda memandangnya sebagai kutukan, maka motivasi yang anda cari dalam kehidupan akan makin sukar ditemukan.
Saya belajar sabar, justru di daerah terpencil. Dulu saya paling nggak terima, kalau mobil saya disalip. Saya akan ngotot untuk bisa didepan mobil yang menyalip saya tadi, apapun caranya. Dengan mepet diujung kanan/kiri, klakson yang terus menerus bahkan lampu dim yang saya nyalakan tanpa henti…hahaha, padahal saya juga nggak jago-jago amat, tapi harga dirinya yang ketinggian!
Di Medan, wawasan saya baru terbuka. Ternyata orang yang emosi tinggi di jalan raya tuh jeleeeeeek banget, kesannya malah kayak tidak berpendidikan…

Mungkin karena di lingkungan saya tinggal selalu sunyi senyap, begitu melihat Medan dengan segala keribetannya, saya jadi introspeksi. Orang yang selalu terburu-buru tanpa memperhatikan kepentingan orang lain, menurut saya justru perlu dikasihani. Saya berpikir, hidup itu untuk dinikmati dengan penuh tanggung jawab. Lakukan semua hal dengan optimal, dalam kondisi hati yang nyaman dan tidak  merugikan orang lain, karena apapun yang dijalani dengan tenang dan ringan hati, hasilnya akan jauh lebih baik.
Jadi, saya juga mau belajar sabar dalam segala situasi, salah satunya adalah pada saat saya tidak bisa menulis blog padahal saya pengen…

Posting Komentar

0 Komentar